Selasa, 30 Oktober 2012

Objek wisata Museum Bali

Museum Bali
Objek wisata Museum Bali, merupakan salah satu gedung tua yang masih utuh sampai saat ini di Bali. Letaknya di pusat kota Denpasar, tepatnya di sebelah timur Lapangan Puputan Badung, bersebelahan dengan Pura Agung Jagat Natha. Bentuk bangunannya memanjang dari utara ke selatan yang terbagi menjadi dua tempat bagian. Bagian utara merupakan komplek bangunan lama yang direncanakan dan dibangun pada tahun 1910. jadi yang suka wisata sejarah selama liburan di Bali, anda bisa mengunjungi tempai ini, letaknya di Kota Denpasar, mudah di akses dengan kendaraan seperti mobil, sepeda motor maupun bemo.
Objek wisata Museum Bali adalah merupakan museum penyimpanan peningggalan masa lampau manusia dan etnografi. Struktur fisik bangunannya merupakan perpaduan struktur fisik atau kraton, dan banyak koleksinya terdiri dari benda-benda etnografi antara lain peralatan dan prlengkapan hidup, kesenian, keagamaan, bahasa tulisan dan lain-lainnya yang mencerminkan kehidupan dan perkembangan kebudayaan Bali.
Gapura Museum 

Jumlah koleksi Museum Bali yang telah tercatat dan masuk registerasi sebanyak 10.506 buah, termasuk naskah-naskah dan salinan lontar. Semua jenis koleksi didapatkan melalui membeli dari orang-orang di masyarakat, toko-toko kesenian hadiah-hadiah dan titipan. Beberapa kelompok koleksi yang sedang diinventarisasikan diantaranya koleksi stupa dengan materainya yang berjumlah ratusan buah, 8,5 kg uang kepeng, keramik asing (Eropa, Cina) dan porselin yang berasal dari Jepang, Cina dan Siam.
Bangunan di  museum Bali berdasarkan konsep Tri Mandala yaitu nista mandala (bagian luar), madya mandala (bagian luar sebelum memasuki bagian inti), dan utama mandala (bagian inti).
Di bagian inti (utama mandala) terdapat bangunan yang terdiri dari tiga gedung yaitu:
  1. Gedung Tabanan, Paviliun yang berarsitektur khas Kabupaten Tabanan, tersimpan barang-barang purbakala, seperti benda-benda kesenian, aksesori, peralatan rumah tangga, peralatan upacara, dan bermacam-macam senjata tradisional.
  2. Gedung Buleleng, Gedung berarsitektur gaya Bali Utara tersimpan alat-alat perlengkapan rumah tangga, alat-alat kerajinan, alat-alat pertanian dan nelayan, alat-alat hiburan, patung-patung primitif dari tanah liat, batu, dan banyak lagi.
  3. Gedung Karangasem, Gedung berarsitektur gaya Bali Timur tersimpan benda-benda prasejarah, benda-benda arkeologi, etnografi, seni rupa serta beberapa lukisan modern.
Buka :Minggu s/d Kemis dari 08.00 - 15.00 dan Jumat dari 08.00 - 12.30

Museum Kerta Gosa



Kertagosa merupakan salah satu peninggalan kerajaan Klungkung yang dibangun sekitar tahun 1686 oleh Raja Klungkung pertama yaitu Ida I Dewa Agung Jambe.  Kertagosa saat ini menjadi salah satu obyek wisata yang ramai dikunjungi oleh wisatawan domestik maupun mancanegara.  Terdiri dari dua buah bangunan (bale) yaitu Bale akerta Gosa dan Bale Kambang. Disebut Bale Kambang karena bangunan ini dikelilingi kolam yaitu Taman Gili. Keunikan Kerta Gosa dengan Bale Kambang ini adalah pada permukan plafon atau langit-langit bale ini dihiasi dengan lukisan tradisional gaya Kamasan (sebuah desa di Klungkung) atau gaya wayang yang sangat populer di kalangan masyarakat Bali. Pada awalnya, lukisan yang menghiasi langit-langit bangunan itu terbuat dari kain dan parba. Baru sejak tahun 1930 diganti dan dibuat di atas eternit lalu direstorasi sesuai dengan gambar aslinya dan masih utuh hingga sekarang. Sebagai peninggalan budaya Kraton Semarapura, Kerta Gosa dan Bale Kambang difungsikan untuk tempat mengadili perkara dan tempat upacara keagamaan terutama yadnya yaitu potong gigi (mepandes) bagai putra-putri raja.
Pada perang dunia II kerjaan Klungkung tidak luput dari agresi militer Belanda yang dikenal sebagai peristiwa Puputan Klungkung pada tanggal 28 April 1908. Pada peristiwa ini banyak yang gugur termasuk raja Klungkung yang terakhir sehingga peristiwa ini diabadikan dengan didirikannya Monumen Puputan Klungkung.
Kerta Gosa ternyata juga pernah difungsikan sebagai balai sidang pengadilan yaitu selama berlangsungnya birokrasi kolonial Belanda di Klungkung (1908-1942) dan sejak diangkatnya pejabat pribumi menjadi kepala daerah kerajaan di Klungkung (Ida I Dewa Agung Negara Klungkung) pada tahun 1929. Bahkan, bekas perlengkapan pengadilan berupa kursi dan meja kayu yang memakai ukiran dan cat prade masih ada. Benda-benda itu merupakan bukti-bukti peninggalan lembaga pengadilan adat tradisional seperti yang pernah berlaku di Klungkung dalam periode kolonial (1908-1942) dan periode pendudukan Jepang (1043-1945). Pada tahun 1930, pernah dilakukan restorasi terhadap lukisan wayang yang terdapat di Kerta Gosa dan Bale Kambang oleh para seniman lukis dari Kamasan. Restorasi lukisan terakhir dilakukan pada tahun 1960.

Museum Terkenal di Bali


Museum Sidik Jari

Disaat kita mendengar kata “museum” maka pikiran pun akan melayang pada benda-benda bersejarah dan bernilai tinggi, baik itu dari segi historis maupun estetikanya. Tapi apakah yang akan terlintas jika anda mendengar kata Museum Sidik Jari?. Museum Sidik Jari adalah salah satu obyek wisata budaya yang bersifat edukatif bertempat di Jl. Hayam Wuruk no.175, Tanjung Bungkah, Denpasar, Propinsi Bali.
Museum Sidik Jari dibuat pada tahun 1993 dan baru diresmikan tepatnya pada tanggal 4 Juli 1995. Museum ini didirikan atas ide seorang pelukis terkenal asal Bali bernama Ngurah Gede Pamecutan, yang berkeinginan untuk membuat suatu bangunan yang tidak hanya memajang semua koleksi lukisan dan puisinya, namun juga dapat dijadikan sebagi tempat pendidikan atau belajar selain sebagai tujuan wisata.
Berawal dari ketidaksengajaan pada saat mengerjakan lukisan “tari baris” yang dirasa gagal, beliau pun memperbaikinya hanya dengan polesan warna-warna yang ada diujung jarinya. Namun setelah selesai dikerjakan, lukisan tersebut tampak sangat indah karena terbentuk suatu nuansa yang tidak biasa. Akhirnya muncullah ungkapan “lukisan sidik jari, Kegagalan yang berhasil”.
Sesuai dengan namanya, museum sidik jari ini berkaitan erat dengan cara yang dipakai saaat membuat lukisan, yaitu ujung jari diolesi beraneka ragam cat air sesuai dengan imajinasi si pelukis. Cara ini digunakan oleh sang pelukis yang telah menghasilkan 640 buah lukisan.
Museum Sidik Jari tidak hanya menyimpan dan memajang lukisan hasil karya sang pelukis namun juga memajang koleksi puisi hasil karya Ngurah Gede Pamecutan yang ditulis diatas batu.
Beberapa kegiatan dapat dilakukan di museum ini, karena selain memajang  koleksi lukisan serta puisi, disini pengunjung yang tertarik pada seni budaya Bali dapat mendalaminya dengan cara mengikuti kursus tari, melukis, tabuh gamelan dengan tenaga pengajar yang professional.
Selain itu juga, Museum Sidik Jari dilengkapi dengan berbagai fasilitas antara lain: wantilan, café, toilet, serta area parkir yang cukup memadai.
Museum Sidik Jari hanya berjarak kira-kira 3 km dari pusat Kota Denpasar atau sekitar 10  menit perjalanan, anda akan tiba di museum ini.

Desa Wisata Kiadan

Melongok Keunikan Tradisi Masyarakat Kabupaten Badung

SEJUMLAH desa di Kabupaten Badung, Bali, memiliki keunikan seni budaya, panorama alam, dan keanekaragaman objek wisata. Tradisi dan seni budaya yang diwarisi masyarakat secara turun-temurun menjadi daya tarik wisatawan.




Salah satu tempat di Kabupaten Badung yang cukup menarik adalah Desa Kiadan, Kecamatan Petang. Desa itu memiliki ekowisata desa yang patut diperhitungkan. Bila Anda berkunjung ke sana, jangan lewatkan kesempatan menyeruput kopi tradisional khas Bali lewat ekowisata Desa Kiadan Pelaga. Masyarakat setempat menyebutnya kopi look. Look merupakan sebutan khas turun-temurun warga Kiadan untuk kopi yang diolah secara tradisional dan direbus langsung dari tungku tanah liat.

Kekhasan tradisi itu pula yang ditunjukkan masyarakat adat Kiadan kepada setiap wisatawan yang datang ke desa mereka. Dengan periuk tanah yang sudah menghitam, minuman disajikan seadanya. Kopi pun dituang dengan sendok besar dari batok kelapa yang terlihat agak usang. Sangat natural.

Selain itu, terdapat pula wisata spiritual dengan keberadaan tempat suci (pura) yang berkaitan dengan keberadaan Kebo Iwa.

Tempat lainnya adalah Desa Pangsan dengan pertanian yang terintegrasi, yakni di satu kawasan dikembangkan berbagai jenis komoditas unggulan dalam bidang pertanian, perkebunan, dan peternakan.




Proses pertanian yang ramah lingkungan, dengan ditata dan dikelola sedemikian rupa, menonjolkan kebersihan, juga dapat dikemas menjadi paket wisata.

Potensi wisata perdesaan Badung utara juga didukung dengan keberadaan pondok wisata yang fasilitasnya tidak kalah dengan hotel berbintang, meskipun kapasitasnya baru delapan buah.

Jika pengembangan wisata perdesaan Badung utara itu mengalami perkembangan, wisatawan dapat memanfaatkan rumah-rumah penduduk yang kini mulai dibenahi dan dirancang untuk menerima kunjungan wisatawan.




Sementara itu, Desa Kerta yang ada di sekitarnya telah dikenal wisatawan Denmark sebagai wisata olahraga dengan panorama alam yang indah dan lingkungan asri. Hal itu didukung dengan permukiman penduduk yang tertata rapi.


Inti Cerita
Kekhasan tradisi itu pula yang ditunjukkan masyarakat adat Kiadan kepada setiap wisatawan yang datang ke desa mereka. Potensi wisata perdesaan Badung utara juga didukung dengan keberadaan pondok wisata yang fasilitasnya tidak kalah dengan hotel berbintang, meskipun kapasitasnya baru delapan buah. Sementara itu, Desa Kerta yang ada di sekitarnya telah dikenal wisatawan Denmark sebagai wisata olahraga dengan panorama alam yang indah dan lingkungan asri.

Desa Wisata Pinge


Menikmati Kesejukan Desa Wisata Pinge

 
Desa Pinge merupakan salah satu desa terindah di Bali. Pemandangan khasnya seperti pesawahan yang berundak-undak, pegunungan yang beruntai serta hutan yang hijau adalah menu pemandangan alam yang sangat memikat hati. Bisa dikatakan wisata Desa Pinge sama menariknya dengan objek wisata Jatiluwih. Udaranya juga begitu sejuk karena secara geografis posisinya berada di ketinggian 500 meter diatas permukaan laut (dpl).
Potensi Wisata Lain
 
Selain memiliki potensi keindahan alam yang sulit ditandingi, Desa Pinge juga kaya akan potensi budaya terutama karena banyak didapatkan arkeologi-arkeologi di sebuah pura bernama Pura Natar Jemeng.  Piodalan di Pura Ini adalah Buda Wage Merakih. Desa ini kerap dikunjungi oleh para wisatawan asing maupun lokal yang hendak menikmati berbagai suasana pedesaan yang indah, kesejukan udaranya, atau hamparan sawahnya yang luas.
Setiap 210 hari sekali yaitu pada hari Rabu Kliwon Ugu adalah hari upacara Petoyan di Pura Natar Jemeng yang menggelar juga tarian Wali Pendet yang bersifat sakral. Ada beberapa kegiatan rekreasi yang bisa dilakukan di Desa Pinge diantaranya:
-         Hiking, dimana pengunjung bisa menikmati keadaan alam desa secara menyeluruh dan mengeksplorasi aneka macam potensi desa ini. Setelah itu pengunjung dapat beristirahat di saung-saung yang disediakan sambil menikmati makanan atau minuman yang dipesan sebelumnya.
-         Cycling, bersepeda ria menikmati indahnya pemandangan dan sejuknya udara Pinge.
-         Tracking, dimana pengunjung dapat menikmati agrowisata desa Pinge sambil menikmati pedesaan yang nyaman dan tradisional.
Lokasi
Desa Pinge terletak 34 km dari Kota Denpasar. Lokasinya 17 Km di bagian utara kota Tabanan. Untuk dapat menikmati tour yang menyenangkan, maka tour yang biasa dikombinasikan yaitu Denpasar – Bedugul – Pertigaan Desa Pacung – Jati Luwih – Yeh Panes – Desa Wisata Pinge-Tabanan – Alas Kedaton.

Desa Wisata Panglipuran

Pelipur Hati dari Bangli

Desa Adat Penglipuran di Bangli, Bali, merupakan satu kawasan pedesaan yang memiliki tatanan spesifik dari struktur desa tradisional. Walhasil, suasananya begitu asri. Hal itu tidak terlepas dari budaya masyarakatnya secara turun-temurun. Yang jelas, desa yang berada pada jalur wisata Kintamani, sejauh 5 kilometer dari pusat kota Bangli ini salah satu kawasan wisata unik di Bali.
Keasrian desa adat tersebut sudah kita rasakan begitu memasuki kawasan pradesa yang memaparkan kehijauan rerumputan dan deretan bambu yang jadi pagar desa. Itu adalah area catus pata atau area tapal batas untuk masuk ke Penglipuran. Adapun daerah penerimanya ditandai dengan Balai Wantilan, Balai Banjar adat, dan ruang pertamanan terbuka. Di sana terdapat daerah parkir dan fasilitas KM/WC bagi pengunjung. Area berikutnya adalah areal tatanan pola desa yang diawali dengan gradasi ke fisik desa secara liniar membujur ke arah utara dan selatan.
Ya, memasuki desa Pengelipuran laksana memasuki sebuah taman yang dibentuk dengan arsitektur mahasempurna. Jejeran rumah di sepanjang jalan berdiri rapi dengan pintu gerbang yang hampir seragam di setiap rumah. Rumah-rumah itu dibelah oleh sebuah jalan utama desa yang ditutup oleh bebatuan dan ditamani rerumputan di kiri kanannya. Area pemukiman serta jalan utama desanya merupakan kawasan bebas kendaraan terutama roda empat.
Pada sepanjang jalan setapak itu terdapat ratusan rumah, berderet berimpitan. Hampir semua bangunan terbuat dari batu bata merah atau anyaman bambu. Pintu masuk gerbang rumah penduduk itu sempit, hanya berukuran satu orang dewasa, dan bagian atas pintunya menyatu dengan atap gerbang yang terbuat dari bambu.
Keheningan menyergap ketika menelusuri jalan setapak dari bebatuan yang bercampur dengan kerikil itu. Saya sengaja memisahkan diri dari rombongan untuk memotreti semua hal yang ada di situ. Beberapa kali saya berkesempatan keluar masuk rumah penduduk. Itu bukan hal sulit, sebab warga Penglipuran sangat ramah menyambut pewisata dan memberi izin untuk menjelajahi rumah mereka.
Penglipuran memiliki dua pengertian, yaitu pangeling yang kata dasarnya ”eling” atau 'mengingat'. Sementara, pura artinya 'tanah leluhur'. Jadi penglipuran artinya 'mengingat tanah leluhur'. Kata itu juga bisa berarti ”penghibur” yang berkonteks makna memberikan petunjuk bahwa ada hubungan sangat erat antara tugas dan tanggung jawab masyarakat dalam menjalankan dharma agama.
Luas Desa Adat Penglipuran mencapai 112 hektare, terdiri atas 37 hektare hutan bambu yang dimanfaatkan masyarakat setempat untuk kerajinan tangan dengan sistem tebang pilih, ladang seluas 49 hektare, dan untuk perumahan penduduk seluas 12 hektare. Berdasarkan pola Desa Pakraman, Pengelipuran termasuk Kelurahan Kubu.
***
PERLU diketahui, Pengelipuran adalah salah satu desa tradisional atau desa tua di Bali atau sering disebut Bali Aga atau Bali Mula. Tradisi begitu kukuh dipegang oleh masyarakatnya, terutama yang berkaitan dengan penataan pekarangan rumah. Di tengah gempuran arus modernisasi, keteguhan masyarakat Pengelipuran tampak dari rapinya penataan kawasan hunian masyarakat setempat.
Penataan rumah dan pekarangan sangat ketat dan mengikuti ketentuan Asta Kosala-Kosali, Asta Bumi, Sikut Karang, dan berbagai aturan yang tertulis maupun yang tidak tertulis lainnya. Maka, setiap pekarangan dan rumah di desa itu selalu mempunyai pola atau tatanan yang sama. Dan hal itu merupakan keunggulan Penglipuran sebagai desa adat.
Di sebelah utara desa terdapat Pura Penataran dan Pura Puseh yang unik dan spesifik karena jalan di sepanjang desa hanya digunakan untuk pejalan kaki, dan pada kanan kirinya dilengkapi atribut desa adat seperti tembok penyengker, angkul-angkul, dan telajakan.
Yang jelas, Penglipuran bukan desa adat sembarangan karena merupakan desa adat (pakraman) percontohan di Bali. Keunikannya terletak pada tata ruang, bangunan dan budaya yang sedikit berbeda dengan desa adat lainnya. Keistimewaan lainnya adalah kehidupan masyarakatnya yang harmonis. Dan paling unik, di desa itu masyarakatnya tak dibagi-bagi ke dalam kasta, salah satu ciri sistem kemasyarakatan Bali Aga.
Keseragaman wajah desa, selain pada bentuk, juga bahan bangunannya berupa tanah untuk tembok penyengker dan angkul-angkul serta atap dari bambu yang dibelah untuk seluruh bangunan desa. Penggunaan bambu baik untuk atap, dinding maupun lain-lain kebutuhan merupakan suatu keharusan untuk digunakan karena Desa Penglipuran dikelilingi oleh hutan bambu yang termasuk teritori desa tersebut.

Desa Wisata


Mengunjungi Desa Mas Sebagai Desa Wisata


 
Desa Mas (Mas Village) tergolong sebagai desa wisata yang terletak di Kecamatan Ubud, Gianyar, Bali. Jika ditempuh dari Denpasar jaraknya kira-kira sekitar 20 km. Hampir di sepanjang jalan menuju ke desa Mas dipenuhi oleh aneka macam art-shop yang berfungsi sebagai sentra perdagangan kerajinan patung. Di art-shop itu pula banyak ditemukan mereka yang bekerja sebagai pemahat, pengukir dan pematung. Ciri dari kerajinan yang menjadi daya tarik desa Mas ini yakni keteguhannya dalam mengusung nilai-nilai humanisme dan naturalisme sebagai pesan sentralnya.

Ukiran Seni Patung yang Menarik

 
Desa Mas ini sejatinya sudah terkenal sejak jaman dulu sampai saat ini karena berbagai keunggulan yang dimilikinya, semisal kesenian dan seni ukir kayu. Beragam karya seni, khususnya patung yang telah dihasilkan para perajin di desa ini dapat dinikmati oleh para pengunjung yang datang mulai dari patung arca yang biasanya difungsikan untuk berbagai acara ritual dan persembahan masyarakat Hindu Bali, patung yang menjadi simbol sosial-kemasyarakatan warga Bali, serta patung yang merupakan hasil karya mengenai imajinasi yang cenderung abstrak serta mengandung kedalaman filosofi para pembuatnya.

Akar Sejarah
 
Sejarah desa Mas berawal ketika seorang Brahmana yang berasal dari Majapahit berkunjung ke Bali karena kehendaknya yang ingin mempertahankan agama Hindu setelah terdesak oleh Islam di Jawa. Pedanda Sakti Bawu Rauh merupakan nama sang Brahmana tersebut, yang selama di desa Mas banyak memberikan wejangan dan pelajaran di berbagai bidang semisal agama, seni-budaya, sosial, dan lainnya kepada seseorang bernama Mas Wilis.
 
Setelah semua ilmu dianggap berhasil dikuasai Mas Wilis, kemudian Pedanda Sakti Bawu Rauh mengadakan pendiksaan dan memberikan gelar Pangeran Manik Mas. Kemudian Pangeran Manik Mas mengadakan Pesraman atau Geria dengan berbagai macam perlengkapannya untuk menghormati jasa-jasa Pedanda Sakti Bawu Rauh. Demikian pula dengan Pedanda Sakti yang kemudian menancapkan tongkat tinggi (pohon tangi) yang konon masih hidup sampai saat ini untuk memperingati kejadian tersebut. Pohon tersebut terletak di Pura Taman Pule Mas. Dan mulai saat itulah daerah tersebut diberi nama Desa Mas oleh beliau.

Kesenian dan Kerajinan


Selain terkenal dengan aneka macam kerajinannya, Desa Mas juga terletak dilokasi yang sangat strategis sehingga tak mengherankan jika desa ini seringkali dijadikan tujuan wisata di daerah Gianyar. Maka lengkap sudah desa Mas sebagai surga wisata kerajinan khas masyarakat sekitar, keindahan alam, serta kental dengan nilai sejarahnya.

Senin, 29 Oktober 2012

Museum Perjuangan Rakyat Bali

Untuk memasuki monumen dengan luas bangunan 4.900 m2 dan luas tanah 138.830 m2 ini, setiap pengunjung dewasa dipungut tiket seharga Rp 2.000. Sedangkan Rp 1.000 untuk anak-anak. Sewaktu kita masuk ke dalam museum yang berada di monumen ini, kita akan melihat banyak hal yang menarik. Desain bagian dalam monumen juga tidak kalah bagusnya dengan bagian luarnya. Tampak juga wisatawan asing dan lokal yang sedang melihat-melihat koleksi tempat ini. Koleksi monumen ini adalah berbagai diorama yang menampilkan perjuangan rakyat Bali. Terdapat 17 diorama yang ada di monumen yang terletak di Jalan Raya Puputan Niti Mandala ini. Beberapa di antaranya mengisahkan perjuangan di zaman kerajaan di Bali dalam menentang penjajahan. Misalnya, Perang Jagaraga di Buleleng, Perang Puputan Badung hingga Pertempuran Puputan Klungkung.
Tak hanya itu, beberapa diorama juga menggambarkan sepak terjang rakyat Bali dalam mempertahankan kemerdekaan setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Misalnya pertempuran di Pelabuhan Buleleng, Selat Bali hingga perang puputan Margarana dibawah pimpinan I Gusti Ngurah Rai.
Selain diorama, tampak terlihat beberapa lukisan pahlawan nasional I Gusti Ngurah Rai dengan pasukannya. Di monumen yang juga merupakan museum dan dinamakan Bajra Sandhi ini juga terdapat perpustakaan, tempat belanja makanan khas Bali dan kerajinan Bali yang sayang sekali apabila Anda tidak membawa oleh-oleh sebagai buah tangan untuk dibawa pulang. Setelah itu, kita bisa mencoba menaiki menara yang tingginya puluhan meter itu. Dari atas menara kita bisa melihat pemandangan kota Denpasar dan aktifitas di Lapangan Renon dan sekitarnya. Setelah Anda puas menikmati semuanya dan Anda ingin pulang, jangan lupa untuk mengambil foto arsitektur Bali yang sangat khas di Monumen Perjuangan Rakyat Bali.